Cuaca bagi kami adalah metafora. Menanyakan cuaca menjadi ungkapan yang digunakan saat masing-masing pihak menyimpan hal lain yang gentar untuk diutarakan.
Keangkuhan memecah jalan kami, kendati cuaca menalikannya. Kebisuan menjebak kami dalam permainan dugaaan, lingkaran tebak menebak, agar yang tersirat tetap tak tersurat.
Batinku meringis karena berbohong. Batinnya tergugu karena karena telah dibohongi. Namun, kesatuan diri kami telah memutuskan demikian;
"Menampilkan cerah yang tidak sejati karena awan mendung tak pantas jadi pajangan."
Cuaca demi cuaca melalui kami, dan kebenaran akan semakin terpojokkan. Sampai akhirnya nanti, badai meletus dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan, atau menghanguskan.
- DEE, Filosofi Kopi.
0 comments:
Post a Comment